Definisi administrasi Kinerja:
Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian acara yang dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan / peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian acara tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan.
Menurut Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja ialah suatu proses kerja dari kumpulan orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus- menerus.
Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), administrasi kinerja merupakan suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang eksistensi suatu organisasi. Pada implementasinya, administrasi kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu organisasi.
Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah: Proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan.
Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja ialah suatu proses administrasi yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.
Pandangan Dasar Sistem Manajemen Kinerja:
Bacal (1998) mengungkapkan lima pandangan dasar dalam sistem administrasi kinerja.
1. Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, administrasi kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan administrasi kinerja ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bab per bagian.
2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai subyek utama yang melaksanakan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bab organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang baik bisa menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi dapat menawarkan isu pada pihak terkait (atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan Manajemen Kinerja:
Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan administrasi kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus administrasi kinerja yang saling bekerjasama dan menyokong satu dengan yang lain.
1. Tahap pertama: directing/planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan pengarahan aktual terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan perlindungan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan target/goal akan efektif jika mengadopsi SMART. SMART merupakan kependekan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound (dalam Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus terperinci apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk nalar dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta terperinci sasaran waktunya (timebound).
2. Tahap kedua: managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses biar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini ialah kriteria maupun proses kerja
yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
3. Tahap ketiga: review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral biar didapat hasil evaluasi yang
valid.
4. Tahap keempat: developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.
Tujuan Manajemen Kinerja:
Adapun tujuan dari administrasi kinerja ialah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bab dalam organisasi, dan kinerja individual.
4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
5. Mendorong karyawan biar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
Manajemen kinerja yang efektif akan menawarkan beberapa hasil, diantaranya adalah:
- Tujuan yang terperinci bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
- Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh administrasi senior dengan tujuan masing-masing pekerja.
- Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
- Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara administrasi dengan pekerja.
- Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
- Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
- Mendorong pengembangan pribadi.
Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian acara yang dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan / peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian acara tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan.
Menurut Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja ialah suatu proses kerja dari kumpulan orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus- menerus.
Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), administrasi kinerja merupakan suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang eksistensi suatu organisasi. Pada implementasinya, administrasi kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu organisasi.
Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah: Proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan.
Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja ialah suatu proses administrasi yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.
Pandangan Dasar Sistem Manajemen Kinerja:
Bacal (1998) mengungkapkan lima pandangan dasar dalam sistem administrasi kinerja.
1. Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, administrasi kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan administrasi kinerja ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bab per bagian.
2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai subyek utama yang melaksanakan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bab organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang baik bisa menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi dapat menawarkan isu pada pihak terkait (atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan Manajemen Kinerja:
Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan administrasi kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus administrasi kinerja yang saling bekerjasama dan menyokong satu dengan yang lain.
1. Tahap pertama: directing/planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan pengarahan aktual terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan perlindungan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan target/goal akan efektif jika mengadopsi SMART. SMART merupakan kependekan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound (dalam Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus terperinci apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk nalar dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta terperinci sasaran waktunya (timebound).
2. Tahap kedua: managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses biar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini ialah kriteria maupun proses kerja
yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
3. Tahap ketiga: review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral biar didapat hasil evaluasi yang
valid.
4. Tahap keempat: developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.
Tujuan Manajemen Kinerja:
Adapun tujuan dari administrasi kinerja ialah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bab dalam organisasi, dan kinerja individual.
4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
5. Mendorong karyawan biar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
Manajemen kinerja yang efektif akan menawarkan beberapa hasil, diantaranya adalah:
- Tujuan yang terperinci bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
- Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh administrasi senior dengan tujuan masing-masing pekerja.
- Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
- Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara administrasi dengan pekerja.
- Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
- Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
- Mendorong pengembangan pribadi.