Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru, yang disampaikan ke dunia pemasaran lewat sebuah buku Experiential Marketing: How to Get Customers to Sense, Feel, Think, Act, and Relate to Your Company and Brands, oleh Bernd H. Schmitt. Schmitt (1999)menyatakan bahwa esensi dari konsep experiential marketing ialah pemasaran dan administrasi yang didorong oleh pengalaman. [Baca : Experiential Marketing : Pengertian, Karakteristik dan Manfaat Experiential Marketing]
Dalam bukunya, Schmitt (1999) juga mengemukakan wacana pendekatan features and benefits (F & B) dalam pemasaran tradisional. Dalam pemasaran tradisional ini, pemasar menganggap konsumen berfikir melalui suatu proses pengambilan keputusan, yang mana masing-masing karakteristik dari suatu produk, baik barang atau jasa, akan menawarkan keuntungan yang jelas, dan karakteristik ini dievaluasi oleh pembeli-pembeli potensial (baik pembeli yang telah mengenal produk tersebuat maupun yang belum). Bagaimanapun juga, Schmitt (1999) mengganggap konsep ini sangat membatasi cara pandang pemasar terhadap pengambilan keputusan yang diambil oleh konsumen, yang melibatkan elemen rasionalitas dan logika, serta aspek emosional dan irasional dalam pembelian.
Experiential marketing dapat sangat berkhasiat untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk. Hal yang terpenting ialah menciptakan pelanggan yang loyal Pelanggan mencari perusahaan dan merek-merek tertentu untuk dijadikan episode dari hidup mereka. Pelanggan juga ingin perusahaan-perusahaan dan merek-merek tersebut dapat bekerjasama dengan hidup mereka, mengerti mereka, menyesuaikan dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih terpenuhi. Dalam periode informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan perlu lebih selaras dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk atau jasa mereka.
Kunci Pokok experiential marketing :
Tahap awal dari sebuah experiential marketing terfokus pada tiga kunci pokok :
1. Pengalaman Pelanggan.
Pengalaman pelanggan melibatkan panca indera, hati, pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar dalam kehidupan.
2. Pola Konsumsi. Analisis pola konsumsi dapat menjadikan kekerabatan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai episode dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen. Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasan dan loyalitas.
3. Keputusan rasional dan emosional. Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional. Experiential marketing pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian yang telah dibuat.
Elemen Strategi Experiential Marketing :
Schmitt (1999) menawarkan suatu framework alternatif yang terdiri dari dua elemen, yaitu Strategic expereince modules (SEMs), yang terdiri dari beberapa tipe experience dan Experience producers (ExPros), yaitu distributor – distributor yang dapat menghantarkan experience ini. Strategic experience modules terdiri dari lima tipe, yaitu sense, feel, think, act, dan relate.
1. SenseSense ialah aspek- aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat
ditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan,suara,bau, rasa, dan sentuhan. Sense ini, bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli. Indera insan dapat digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Perusahaan biasanya menerapkan unsur sense dengan menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal yang mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesan
yang kuat.Ada tiga tujuan taktik panca indera (sense strategic objective): (Schmitt,1999)
1. Panca indera sebagai pendiferensiasi
Sebuah organisasi dapat menggunakan sense marketing untuk mendiferensiasikan produk organisasi dengan produk pesaing didalam pasar, memotivasi pelanggan untuk membeli produknya, dan mendistrisbusikan nilai kepada konsumen.
2. Panca indera sebagai motivatorPenerapan unsur sense dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk dan membelinya.
3. Panca indera sebagai penyedia nilai
Panca indera juga dapat menyediakan nilai yang unik kepada konsumen.
2. Feel
Perasaan bekerjasama dengan perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat kekerabatan dengan pelanggan, menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan Feel campaign sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan. Ketika pelanggan merasa senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan. Sebaliknya, saat pelanggan merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, maka konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan beralih kepada produk lain. Jika sebuah taktik pemasaran dapat menciptakan perasaan yang baik secara konsisten bagi pelanggan, maka perusahaan dapat menciptakan loyalitas merek yang besar lengan berkuasa dan bertahan lama (Schmitt,1999).
Affective experience ialah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif hingga emosi yang kuat. Jika pemasar bermaksud untuk menggunakan affective experience sebagai episode dari taktik pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami, yaitu:
1. Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara menawarkan stimuli yang spesifik (Schmitt, 1999). Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati seringkali mempunyai dampak yang besar lengan berkuasa terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih. 2. Emosi (emotion), lebih besar lengan berkuasa dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, irihati, dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi).
3. Think
Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara menawarkan problem-solving experiences, dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Iklan pikiran biasanya lebih bersifat tradisional, menggunakan lebih banyak informasi tekstual, dan menawarkan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawabkan Menurut Schmitt cara yang baik untuk membuat think campaign berhasil ialah (1) menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, mulut ataupun knseptual, (2) berusaha untuk memikat pelanggan dan (3) menawarkan sedikit provokasi.
1. Kejutan (surprise)Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan supaya mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif. Kejutan dihasilkan saat pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan menerima lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada hasilnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing, unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalaman-pengalaman yang mengejutkan dapat menawarkan kesan emosional yang mendalam dan dibutuhkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang lama.
2. Memikat (intrigue)Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan. Namun, daya pikat ini tergantung dari teladan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalam pelanggan tersebut.
3. Provokasi (provocation)Provokasi dapat menjadikan sebuah diskusi, atau menciptakan sebuah perdebatan. Provokasi dapat beresiko kalau dilakukan secara tidak baik dan bergairah (Shmitt, 1999).
4. Act
Tindakan yang bekerjasama dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang gres merubah hidup mereka lebih baik.
5. Relate
Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relate
menjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan self-improvement, status socio-economic, dan image. Relate campaign menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapat
berinteraksi, berhubungan, dan mengembangkan kesenangan yang sama.Kelima tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen melalui experience provider. Agen-agen yang bisa menghantarkan experience ini adalah
1. Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun eksternal, danpublic relation.
2. Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo, warna, dan lain-lain.
3. Tampilan produk, baik desain, kemasan, maupu penampakan.
4. Co-branding, meliputi even-even pemasaran, sponsorship, aliansi dan rekanan kerja, lisensi, penempatan produk dalam film, dan sebagainya.
5. Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun eksterior, outlet penjualan, ekshibisi penjualan, dan lain-lain.
6. Web sites
7. Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan, customer service, operator call centre, dan lainnya.
Idealnya, sebuah perusahaan yang ingin menerapkan experiential marketing bisa menawarkan experience yang integral, yaitu memberikan kelima elemen experience melalui
Experience Provider. Inilah yang disebut oleh Schmitt (1999) sebagai holistic. Dalam membangun sebuah pendekatan experiential marketing, Schmitt (1999) menghubungkannya dengan teori hierarki Maslow.
Schmitt (1999) menyebutkan: If you start from scratch, the recommended sequence is the order in which I discussed the SEMs in this book: SENSE FEEL THINK ACT RELATE. SENSE attracts attention and motivates. FEEL creates an affectives bond and makes the experience personally relevant and rewarding. THINK adds a permanent cognitive interest to the experience. ACT induces a behavioral commitment. Loyalty, and a view to the future.
RELATE goes beyond the undividual experience and makes it meaningful in a broader social context. Selain itu, Shmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential. Konsep ini dirangkum menjadi poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to Create and Manage Experiential Brands.
1. Experiences don’t just happen; they need to be planned.
Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan, intrik, dan bahkan provokasi
2. Think about the customer experience first.
Setelah itu, barulah seorang pemasar dapat menentukan karakteristik-karakteristik fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada
3. Be obsessive about the details of the experience.
Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori,
perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta ‘cuci otak’ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh badan dan seluruh pikiran konsumen.
Shmitt (1999) menyebutnya Exultate Jubilate, yang berarti kepuasan yang amat sangat.
4. Find the “duck” for your brand. Maknanya, seorang pemasar dibutuhkan bisa memberikan
suatu huruf yang menawarkan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal. Karakter ini ialah suatu elemen kecil yang sangat mengesankan, membingkai, dan merangkum keseluruhan experience yang dirasakan konsumen.
5. Think consumption situation, not product.
6. Strive for “holistic experiences” Holistic, menyerupai yang telah disebutkan diatas, ialah sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi, relevan dengan gaya hidup konsumen, dan menawarkan kekerabatan yang mendalam antar konsumen.
7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid.
8. Use methodologies eclectically.
Metode penelirian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif, mulut maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium. Pemasar dalam meneliti harus eksploratif dan kreatif, serta menomorsekiankan wacana reliabilitas, validitas, dan kecanggihan metodologinya.
9. Consider how the experience changes. Pemasar terutama harus memikirkan hal ini ketika
perusahaan memutuskan untuk memperluas merek ke dalam kategori baru.
10. Add dynamism and “dionysianism” to your company and brand. Kebanyakan organisasi dan
perusahaan pemilik merek terlalu takut, terlalu perlahan, dan terlalu birokratis. Untuk itulah dionysianism perlu diterapkan. Dionysianism ialah kedinamisan, gairah, dan kreativitas.
Sumber : MENCIPTAKAN PENGALAMAN KONSUMEN DENGAN EXPERIENTIAL MARKETING
oleh : Endang Sulistya Rini
Jurnal Manajemen Bisnis, Volume 2, Nomor 1, Januari 2009: 1 - 6